Mengulik masa saat diri dipenuhi ambisi,
Aku sudah melewati masa-masa saat hidup penuh gejolak ambisi, memang menantang, apalagi jika menemukan seorang lawan sepadan untuk bersaing, entah bersaing dalam pola pikir, ide, proses maupun hasil. Perasaan membara dalam kobaran ambisi seakan energi tidak ada habisnya.
Tapi dibalik ambisi besar ada harga yang harus dibayar, meski potensi keberhasilan besar, tetapi potensi kehancuran juga lebih besar. Dulu aku berambisi tapi bodoh! Bodoh jika aku yang saat ini melihat diriku dimasa itu, semua hal ingin kuambil, semua hal ingin kumiliki, serakah! selalu merasa tidak pernah cukup dengan pencapaian, dan berfikir bahwa tidak ada yang tidak bisa kulakukan selama aku mau melakukannya.
Hey itu konyol! bukan seperti itu caranya, tidak semua hal bisa kau lakukan, dan sekalipun mampu melakukannya, harus ada pertimbangan mengapa perlu melakukannya??
Lalu apakah aku yang saat ini menyesal dengan diriku di masa lalu? jawabannya "tidak!" Aku merasa beruntung karena menyadarinya lebih cepat, aku beruntung karena masa sulit itu membuatku mengerti pilihan orang lain yang memilih untuk hidup tenang, aku bersyukur atas masa-masa kehancuran yang kulalui lebih dulu sehingga aku punya banyak waktu untuk menjalani hidup dengan lebih bahagia saat ini. Hidup tak melulu tentang menang dan menaklukan.
Apakah aku yang sekarang masih memiliki ambisi? Jika dibandingkan dengan diriku di masa lalu, saat ini terasa lebih tenang dan longgar, maksudnya meski target tidak sepenuhnya terwujud namun hati lebih mudah menerima keadaan dan tidak menghakimi diri sendiri.
Sekarang tidak ada ambisi seperti dulu, aah.. itu melelahkan, sungguh menguras energi, aku hanya ingin hidup tenang, bersyukur dengan apa yang kumiliki dan menanamkan rasa cukup di dalam hati lalu melakukan dan memikirkan hal-hal yang membuatku jauh lebih bahagia.
Manusia harus menemukan makna dari kehidupannya sendiri, ada yang mendapatkannya dan langsung menyadari, ada yang merasa tak pernah cukup dan baru disadarkan oleh kehancuran. Hidup yang berarti, hidup yang meaningful adalah kehidupan yang diisi dengan karya, perbuatan yang berguna bagi orang lain. Menjalani sesuatu secukupnya, dan memiliki tujuan sederhana yang kemungkinan dapat tercapai.
Pada akhirnya ini bukan tentang benar-benar "tanpa ambisi" tapi tentang memenej ambisi tersebut menjadi sepadan dengan kemampuan diri, tidak perlu ambisi yang berkobar yang akhirnya membakar diri sendiri, cukup ambisi hangat agar kamu tetap "hidup".