PENYUSUNAN
GEREJA-GEREJA KITA PADA WAKTU INI
Selain
dari beberapa gereja yang mendasarkan penyusunan diri dan pelayanan mereka atas
sistem “episkopal” atau” semi - episkopal” banyak gereja kita disini
menggunakan sistem atau susunan presbiterial sinodal untuk penyusunan mereka.
Gereja –gereja kita pada waktu ini umumnya menyusun sendiri tata gereja mereka dan peraturan –peraturan
gerejawi yang lain. Secara teoretis banyak gereja di Indonesia seperti yang
kita katakan diatas menggunakan sistem
atau tatanan presbiterial- sinodal untuk pelayanan mereka. Itu berarti, bahwa
dalam tata gereja dan peraturan tata gerejawi lainya mereka sadar atau tidak
sadar mau bertolak dari jemaat gereja setempat. Tetapi dalam prektek hal ini
sering tidak terjadi. Mereka tidak mulai dari bawah dari jemaat gereja setempat
tetapi dari atas dari gereja sebagai keseluruhan dengan penekanan pada MAJELIS
atau badan pekerja sinode.
Hal
ini bukan saja bertentangan dengan sistem atau tatanan presbiterial sinodal
yang mereka secara teoretis gunakan tetapi ia juga sebenarnya juga sangat
merugikan gereja bukan saja jemaat gereja setempat, tetapi juga gereja
seluruhnya. Semua wewenang untuk tidak berkata-kata tentang “ kuasa” berada
dalam tangan majelis atau badan pekerja sinode. Jemaat –jemaat gereja setempat
tidak atau hampir tidak mendapat kesempatan untuk mengambil inisiatif dan
tanggung jawab sendiri atas pelayanan mereka. Mereka hanya menunggu perintah
atau instruksi dari majelis atau badan pekerja sinode untuk melaksanakannya.
Kita
tidak boleh lupa bahwa jemaat gereja setempat adalah jemaat gereja yang dewasa
artinya, jemaat-jemaat gereja yang dewasa artinya jemaat gereja yang mampu
mengatur dan mengurus pelayanan mereka sendiri dan bertanggung jawab atas
pelayanan mereka itu. Dalam jemaat-jemaat gereja setempat kristus hadir dengan
Rohnya disitu anggota jemaat gereja juga memperoleh karunia Rohani dari Tuhan
gereja untuk pelayanan mereka karena itu kepada jemaat gereja setempat harus
diberikan kesempatan yang sebanyak-banyaknya untuk penuian tugas mereka. Itu hak mereka sebagai manifestasi dari tubuh
kristus. Itu yang dimaksudkan oleh sistem atau susunan presbiterial-sinodal.
Majelis
atau badan pekerja sinode tugasnya banyak yang paling penting diantaranya ialah
1. Membina
jemaat dibidang teologis khususnya yang berhubungan khususnya yang berhubungan
dengan persoalan yang mereka hadapi dalam pelayanan mereka.
2. Menyusun
hal-hal yang dibutuhkan oleh jemaat dalam pelayanan mereka misalnya buku-buku
katekisasi,pedoman pelayanan untuk penetua diaken,liturgi atau tata ibadah,
formulir dan lain-lain.
3. Mengurus
dana pensiun untuk pendeta dan karyawan gereja.
4. Mempersiapkan
bahan-bahan yang akan dibicarakan dalam persidagan sinode.
5. Melaksanakan
keputusan-keputusan yang diambil oleh persidangan sinode mengenai hal-hal yang
mengcakup seluruh gereja umpamanya tentang penahbisan dan penempatan- pendeta-
pendeta oleh majelis atau perkerja sinode atau oleh majelis atau jemaat, keputusan lain yang hanya
mengenai pelayanan jemaat setempat dilaksanakan oleh mereka sendiri seumpamanya
keputusan tentang jumlah penetua dan diaken peneguhan mereka, urusan keuangan
jemaat. Dengan jalan ini kita membina jemaat-jemaat untuk berfungsi sebagai
jemaat-jemaat yang dewasa, artinya: jemaat-jemaat yang mengatur sendiri pelayanan mereka dan
tanggung jawab atau pelayanan mereka itu.
Tentang
maksud tata gereja sendiri gereja-gereja kita di indonesia tidak mempunyai
pendapat yang sama , ada gereja yang mengangapnya sebagai “ penjaga kekudusan
gereja”, adapula yang mengangapnya sebagai pengaturan gereja tetapi dalam arti
yuridis sama seperti undang-undang dasar negara atau anggaran dasar dari
himpunan-himpunan. Fungsi tata gereja ialah menjaga supaya pelayanan yang
ditugaskan oleh Tuhan gereja itu dapat berlangsung dengan baik dan teratur. Hal
itu hanya mungkin kalaun peraturan-peraturan gereja itu digunakan atas jalan
yang baik dan tepat dan bukan sebagai
undang-undang gereja yang mempunyai sifat yang sama dengan undang-undang
negara.
Banyak
anggota jemaat (gereja ) malahan juga anggota majelis jemaat(gereja) sering
salah menafsirikan jabatan dan penjabat gerejawi. Mereka menyangka, bahwa
jabatan dan penjabat gerejawi sama dengan jabatan dan penjabat pemerintah. Jabatan dan penjabat
gerejawi adalah terjemahan dari
diakonia dan diakonos yang berarti
pelayanan dan pelayan.
Ø Pada
zaman Yesus , kata ‘’ Diakonia’’ banyak digunakan, tetapi tidak dalam arti religius.
Ø ‘’Diakonia
digunakan dalam perjanjian baru yang
biasanya disebut’’ jabatan’’. Penggunaan ini sangat mencolok , karena ia
bertentangan dengan jabatan- jabatan yang terdapat dalam agama yahudi dan agama—agama lain.
Kata
‘jabatan ‘’ yang menjadi isi dari kata’’diakonia’’ ini mengandung unsur
kehormatan. Malahan sebaliknya: dalam dunia yunani ia mempunyai arti yang hina, yaitu pekerjaan yang dilakukan oleh hamba- hamba.
Jabatan-
jabatan dan penjabat- penjabat dalam
gereja tidak mengenal perbedaan yang prinsipal antara mereka. Semua penjabat
(pendeta, penatua dan diaken) sama tinggi dan sama rendah. Mereka semua
mengerjakan pekerjaan yang ditugaskan
oleh Tuhan gereja kepada jemaat (gereja). Malahan jabatan pendeta baru
yang kemudian (pada waktu reformasi). Jabatan ini tidak terdapat dalam Kitab
Suci (perjanjian Baru). Karena itu
banyak ahli menyamakan nya dengan jabatan penatua: penatua yang mengajar, memimpin dan melayani.
Karena itu penahbisan atau peneguhan
mereka tidak boleh dibedakan (pendeta ditahbis dengan penumpangan
tangan)., penetua dan diaken diteguhkan tanpa penumpangan tangan). Perbedaan
ini adalah suatu diskriminasi. Gereja tidak mengenal diskriminasi yang
demikian.
Gereja-
gereja yang mempunyai hierarki jabatan yang panjang: pendeta, penetua, diaken
guru-jemaat, utusan injil dan lain-lain. Gereja-gereja ini memiliki hierarki
yang demikian- rupanya sedang bergumul dengan pertanyaan. Dalam perjanjian Baru kita tidak membaca bahwa pendeta saja apalagi
tidak ada pada waktu itu – yang boleh memberitakan firman dan melayani
sakramen. Filipus, yang diangkat oleh
para rasul- bersama-sama dengan 6 orang kawannya (Kis 6:5) untuk melayani
dimeja – membaptis sida- sida dari etiopia(Kis 9:27-39). Rupa –rupa jabatan
dalam gereja tidak memberikan dasar kepada jabatan yang satu untuk berkuasa
atas jabatan yang lain, tetapi
untuk melayani yang ditugaskan dan diperintahkan(oleh TUHAN gereja) kepada
seluruh jemaat(gereja).
Dalam
beberapa karangan antara lain tentang Johanes Calvin bahwa pada waktu- waktu yang akhir ini
separuh gereja memberikan perhatian lagi terhadap jabatan pengajar. Sebab
gereja pada waktu ini menurutnya sangat membuthkan jabatan pengajar disamping jabatan
pendeta.
·
Tugas mengajar khususnya mengajar
anak-anak, pemuda pemudi dan membina anggota jemaat dalam gereja dipercayakan
kepada pendeta-pendata.
·
Untuk pelayanan sebagai pendeta seperti
yang dijelaskan diatas mereka hampir tidak mempunyai waktu, apalagi kalau mereka melayani jemaat- jemaat besar yang terdiri dari
puluhan atau ratusan rumah tangga.
PENGAKUAN IMAN
Untuk
pelayanan mereka beberapa gereja dengan atau tanpa perubahan mengambil alih
pengakuan iman dari gereja-gereja di Barat.
Hal itu disebabkan karena:
1. Menyusun
pengakuan iman tidak mudah, ia tidak terjadi pada sembarang waktu saja.
Sebagai contoh:
a. Pada abad-abad pertama pengakuan iman lahir
dari pergumulan (perjuangan) Gereja
melawan anggapan yang salah tentang diri Kristus sebagai Allah dan manusia dan tentang
Trinitas.
b. Pada
zaman reformasi pengakuan iman lahir dari pergumulan (perjuangan) Gereja melawan ajaran yang salah
dan palsu di dalam Gereja dengan segala akibatnya.
c. Dalam
tahun tigapuluh “Barmen-thesen” lahir di Barmen dalam perjuangn Gereja melawan
Hitler yang sebagai Fuhrer mau berkuasa atas Gereja.
d. Pada
waktu kita sekarang pengakuan iman dapat lahir dalam pergumulan
(perjuangan) Gereja melawan ajaran bidat
dan segala ideologi kafir, misalnya nasionalisme yang sempit, pendewasaan
bangsa, pendewasaan tanah air dan lain-lain.
2. Pengambil
alihan pengakuan iman dari Gereja-gereja di Barat dianggap tidak tepat dan
tidak bijaksana karena bertentangan dan berbeda situasi dengan gereja-gereja
sekarang ini.
3. Kita
dapat banyak belajar dari pengakuan iman itu karena pengakuan iman tersebut penting bagi gereja-gereja sekarang ini
terutama di bidang studi teologi dan di bidang katekisasi.
Karena
itu penting sekali bahwa jemaat-jemaat
serta pejabat-pejabat gereja secara teratur dalam soal-soal teologis.
Hal ini dapat mengurangi kemungkinan timbulnya persoalan-persoalan yang
menyulitkan jemaat-jemaat dalam pelayanan mereka.
KERJASAMA OIKUMENIS DARI
GEREJA-GEREJA
Sejak tahun 1950 gereja telah
mendirikan suatu Dewan Gereja-gereja di Indonesia atau yang sekarang dikensal
dengan istilah Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia. Sebagai anggota-anggota
dari Dewan Persekutuan ini gereja dapat belajar untuk saling mengenal secara
lebih baik, mereka dapat bekerjasama dan dapat bertukar pengetahuan serta dapat
berusaha untuk menyatakan keesaan mereka dalam pelayanan, persekutuan dan
kesatuan yang mereka lakukan bersama.
Yang
dimaksud dengan hukum gereja oikumenis adalah bukan hukum gereja yang
menjelaskan bagaimana gereja-gereja anggota harus diatur, tetapi suatu hukum
gereja yang menyelidiki apakah terdapat struktur-struktur dasar bersama yang
dapat digunakan sebagai basis (dasar) dan titik-tolak dari usaha untuk
menciptakan suatu persekutuan gerejawi oikumenis, dimana pertentangan-pertentangan
konfensional tertentu pada waktu ini dapat diatasi atau ditiadakan. Di
Indonesia usaha yang semacam ini, yaitu usaha untuk menciptakan suatu hukum
gereja oikumenis yang harus dijalankan oleh PGI, bukan untuk digunakan sendiri
melainkan untuk ditawarkan kepada gereja-gereja anggota sebagai bahan studi
supaya dengan jalan demikian akan dapat diciptakan suatu bagan “tata gereja
oikumenis” yang dapat digunakan untuk penataan (penyusunan) gereja
masing-masing. Hal yang sama dapat diusahakan juga dengan peraturan-peraturan
di bidang ibadah, umpamanya liturgi atau tata ibadah, formulir-formulir, dan
lain-lain.
Antara Gereja dan negara terdapat rupa- rupa hubungan:
yang langsung dan tidak langsung. Contoh:
1.
Menurut
Roma 13:1 dyb, pemerintah harus mengatur dan menjaga ( memelihara) keamanan
dalam negaranya, sehingga warga negara dapat hidup dengan aman dan tenang.
2.
Negara
kita saat ini mempunyai tugas yang berat. Seperti yang nyata dalam UUD 1945
berusaha’’ mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat’’ maksudnya ialah
supaya dengan jalan itu seluruh rakyat menjadi makmur, tidak ada yang lapar,
tidak ada yang menderita dll.
3.
Dibidang
kesehatan dan pendidikan, Gereja- gereja kita langsung atau melalui lembaga- lembaga
yang mereka dirikan mempunyai hubungan yang langsung dengan pemerintah.
4.
Juga
dibidang pelayanan sosial, gereja- gereja kita melalui lembaga yang yang mereka
dirikan langsung berhubungan dengan pemerintah.
Berbicara tentang hubungan antara Gereja dan Negara ,
bahwa pemerintah tidak boleh campur tangan dalam soal- soal intern dari Gereja.
1.
Pandangan
gereja disini tidak seratus persen sama tentang hubungan Gereja dan Negara. Ada
Gereja yang memelihara hubungan yang cukup erat dengan Negara.
2.
Ada
juga gereja yang tidak mau mempunyai hubungan yang demikian dengan Negara.
Mereka memang tidak keberatan, bahwa pemerintah bertugas mengatur menjaga
keamanan juga bagi Gereja, tetapi mereka dengan tegas menolak campur tangan
pemerintah dalam soal intern Gereja.
Di Indonesia, pemerintah lama sekali tidak mau campur
tangan dalam soal intern Gereja. Tetapi sesudah tahun 1980 hal itu berubah.
Persidangan- persidangan sinode dari banyak gereja dibuka oleh Gubernur,
sidang- sidang klasis di buka oleh Bupati dan pertemuan Gerejawi yang lain di
buka oleh pegawai- pegawai tinggi pemerintah.
1.
Di
Indonesia, pemerintah yang bertugas untuk menjaga dan memelihara keamanan
Agama- agama yang ada di sini dan utuk kerukunan hidup beragama, menghadapi
intepretasi yang berbeda- beda tentang soal intern Agama.
2.
UUD
1945 seperti yang dikatakan di atas menjamin kebebasan beragama. Presiden
Soeharto sendiri pernah mengatakan, bahwa pancasila tidak di Agamakan dan Agama
tidak akan di pancasilakan.
Agama dan Negara saling membutuhkan. Karena itu hubungan
yang baik antara keduanya harus kita usahakan dengan segala tenaga, sehingga
keduanya mengetahi persis dimanakah letaknya batas- batas wewenang mereka.
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat kami simpulkan:
Ø Gereja
–gereja kita pada waktu ini umumnya menyusun sendiri tata gereja mereka dan peraturan –peraturan
gerejawi yang lain. Secara teoretis banyak gereja di Indonesia seperti yang
kita katakan diatas menggunakan sistem
atau tatanan presbiterial- sinodal untuk pelayanan mereka. Itu berarti, bahwa
dalam tata gereja dan peraturan tata gerejawi lainya mereka sadar atau tidak
sadar mau bertolak dari jemaat gereja setempat. Tetapi dalam prektek hal ini
sering tidak terjadi. Mereka tidak mulai dari bawah dari jemaat gereja setempat
tetapi dari atas dari gereja sebagai keseluruhan dengan penekanan pada MAJELIS
atau badan pekerja sinode.
Ø Fungsi
tata gereja ialah menjaga supaya pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan gereja
itu dapat berlangsung dengan baik dan teratur. Hal itu hanya mungkin kalaun
peraturan-peraturan gereja itu digunakan atas jalan yang baik dan tepat dan bukan sebagai undang-undang gereja yang
mempunyai sifat yang sama dengan undang-undang negara.
Ø Sejak
tahun 1950 gereja telah mendirikan suatu Dewan Gereja-gereja di Indonesia atau
yang sekarang dikensal dengan istilah Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia.
Sebagai anggota-anggota dari Dewan Persekutuan ini gereja dapat belajar untuk
saling mengenal secara lebih baik, mereka dapat bekerjasama dan dapat bertukar
pengetahuan serta dapat berusaha untuk menyatakan keesaan mereka dalam
pelayanan, persekutuan dan kesatuan yang mereka lakukan bersama.
Ø Di Indonesia, pemerintah lama sekali tidak mau campur
tangan dalam soal intern Gereja. Tetapi sesudah tahun 1980 hal itu berubah.
Persidangan- persidangan sinode dari banyak gereja dibuka oleh Gubernur,
sidang- sidang klasis di buka oleh Bupati dan pertemuan Gerejawi yang lain di
buka oleh pegawai- pegawai tinggi pemerintah.